sudah tiba rupanya
rerintik yang menumpang awan dari terminal langit utara
mereka jatuh di atap
di beranda
di tanah
di pucukpucuk rerumput
nadanya tunggal
tik tik tik tik tik
tanpa tak
tanpa tuk
tanpa tek
tanpa tok
cuma tik tik tik tik tik
aku suka menari sendiri
jingkat kakiku ikuti ketukannya
satusatu
sesekali menengadah
biar rerintiknya jatuh juga di wajahku
dan aku terpejam
merasakan basahnya
sekali waktu aku hanya berdiri di balik jendela
nadanya masih sama
tik tik tik tik tik
di tepi jendela mereka singgah
mengetuk kaca jendela pelanpelan
seperti denting piano yang tak pernah berubah
ketukannya masih tetap satusatu
dari terminal langit utara mereka datang
mengetuk kaca jendelaku
mengajakku berjingkat
Batavia, 180911
Fannie Faiga
subuh kemarin
9 potong baju menyatu dengan detergent
siang kemarin
hujan melebat,
balkon asramaku sudah basah basah basah
dan cucianku basah semuaaaaaa
huhuhuhuhuhu :(( pagi ini air mataku pun mengalir basah basah dan basah lagiii, karena aku harus mencuci lagi :((
Arel Bae
Setelah menanti, akhirnya kau kembali
kembali memberi rerintik setelah berharihari hanya terik
menyambung juta waktu yg berlalu bersama keluhan campur harapan
"Langit, mendunglah....
Basahlah"....
...
Riu-kun Xentra
Dadaku meletupletup menunggu
Dirimu
Meski titik-titik air
Menghujani tubuhku
Meski udara dingin
Membalutku
Kemana dirimu pergi?
Kenapa tak hinggapi aku yang masih menyendiri?
'rea' Harbowoputra
Aku suka air
Air dari langit
Langit yang kelabu
Kelabu itu gelap
Gelap, kata Mama
Mama bilang begitu
Begitu air turun
Turun hujan jadinya
Jadinya senang Aku
Karina Riesling de Silva
Byur byur byur
Tes tes tes
Payungku menadah
tangis langit yang mengguyur
tubuhmu
Semoga juga bisa menadah
tangismu yang menetes
dari matamu
Sinta Latuhari
Aku
Butuh
Basah!
Sialnya, tak setetes pun air menitik dari awan
Catz Link Tristan
Di aspal panas corak mulai terbentuk
Dari titik kecil jadilah penuh
Mobil masih melaju pada jalan yang kau ketuk
Kaca berdebu mereka pun kau basuh
Anak-anak berteriak riuh
Menengadah peluk kalian dalam tawa cerah
Orang tua menghardik marah
Hindari kalian, kembangkan payung dan tarik bocah
Lupalah orang tua pada ceria kala mereka menari bersamamu
Bersenda gurau walau badan telah basah kuyup
Pantaslah kalian malas datang bertamu
Juga alasan kenapa hubungan kita jadi tertutup
Utami Panca Dewi
Garis-garis arsir turun dari langit
semua bersijingkat mencari tempat berteduh
lelaki kecil bergerak di tengah arena
bak penari...
setumpuk koran sebagai property
disambanginya satu persatu
pintu APV, Soluna dan Honda Jazz
berharap ada yang laku
meskipun satu
garis arsir semakin tebal
lampu yang merah menjadi hijau
lelaki kecil tetap menari
meski
decit roda mobil yang mencumbu aspal...
telah menghantar seliter genangan air
tepat pada setumpuk koran dalam dekapannya.
Amy Tan
Jatuh satu-satu di atas telaga
Benturannya mencipta riak
Telaga tempatmu bersinggah
Kulihat kuntum sakura di setiap jatuhnya
Ah!..aku terlena oleh rinaimu
Musim basah selalu membawamu padaku
Bias sakura di telaga
Suatu senja di September
Cahya Furi Purnama
Lalu,
Tarian hujan pun terhenti
Sirna seiring sembab yang tercipta dari ujung mata
Terhilang, kuasa sang jemari takdir
Aku termangu,
Tergagap jejak ruap rintih tanah basah
Dari balik rona yang terseka
Berbisik kata tercipta sesisa sunyi
Patahan silam bukan sesal kupertanyakan
namun engkau tak hanya sebuah ingatan taman hati
Bahagiamu, adalah kata terindah untukku meski gerimis masih bersamaku.
Dina Taz Mardiana
air berkelabu dengan alam, berbisik menyiangi sang waktu.dari rerupa rintik sampai menggulung bersatu dengan lumpur, bercanda dengan tanah yang menangis karena serakah.
kubawa sampah menggenangi hatimu dalam resah, nanar kulihat alirannya melahap penuh kemenangan, bersinergi dengan pupusnya harapan.
engkau,
satu musim yang kunanti rerintiknya
bukan bencananya
Alfian N. Budiarto
september rain,
saat kau dan aku bersama
dalam dingin gerimis yang tercipta
ditemani secangkir kopi panas di berandamu
gemericik hujan mengisi kekosongan kita
sesaat setelah kau ucapkan cinta
september rain,
aku masih terpaku di tepian jendela
menatap burung kebasahan
berselimut daun-daun cemara
mengingat adegan kita berpayung di taman kota
tetap basah terguyur hujan
september rain,
musim tetap bersenandung basah
dan aku tetap berpayung
bukan di berandamu
atau di taman kota
aku berpayung di pemakamanmu
masih di bulan september
18.09.2011
Agus Suprianto
musim kering yang basah
hujan dari bukit bebatuan tanah melukis tawa kita
lalu mengalir bersama kumpulan rerintik
yang lebih dulu menemukan jati diri
pada dua belas jam setengah basah itu
kita berjalan dalam kuyup, setelahnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar