Friendship | Writing | Reading | Learning | Joking | Smiling | Laughing | Comfortable
Tentang Kami
Foto saya
Grup Cafe Rusuh merupakan suatu ruang lingkup tempat di mana para anggotanya bisa berbagi tentang segala hal. Kata "Rusuh" sendiri merupakan kependekan dari "Ruang suasana hati". Sebagai sebuah grup, Cafe Rusuh menjadi sebuah jembatan di mana persahabatan, kekeluargaan dan silaturahmi antara sesama anggotanya tetap terjaga. Selain itu, Cafe Rusuh juga memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk berbagi tentang segala hal seperti puisi, cerita, esai, tips-tips dan info-info yang bermanfaat bagi para anggotanya.

Rabu, 13 Juli 2011

ACR: Dera Rindu

by Lily Zhang

Indah tak’ terpaut dalam kata
Bahagia tak’ teredam dalam hati
Perasaan ini…
Begitu kecewa untuk percaya
Begitu sedih untuk setia
Begitu pedih untuk berharap

Layaknya sajak itulah yang mengukir dalam hatiku ketika aku harus merelakan hatiku kemudian disakiti lagi oleh seseorang yang kuberikan seluruh kepercayaan dan hatiku. Ia mungkin kesempurnaan yang kuperoleh dari penjajakanku selama ini. Oleh karena dia sukses membuatku kehilangan keyakinan terhadap yang namanya Cinta.
Sudah seminggu sejak aku memutuskan tali kasih kami yang telah terjalin selama setahun ini. Aku terduduk di depan laptop kesayanganku, berharap ada tulisan baru yang dapat kuhasilkan setelah semua luka yang kuperihkan dalam hati.
BLANK! Itulah yang kurasa, padahal sebelum ini, karya-karyaku mengalir begitu lancar mengisi hari-hariku. Dialah sumber inspirasiku selama ini. Seorang pria yang tidak tampak terlalu tinggi dan terlalu gemuk untuk menyesuaikan standar raga pria pada umumnya. Dia seorang sederhana yang dikarunia dengan nama, Hendra. Seorang pria multi talenta yang sangat berbakat pada berbagai bidang seni.
Namun, bukan itu yang kubanggakan, adalah karena rasa kasih yang besar mengendap pada jiwaku yang menginginkannya untuk selalu bersamaku.

###

Kuhempaskan tubuhku pada kursi yang selalu menemani setiap kata-kata yang keluar dari pikiranku. Pikiranku galau, melayang-layang menancapkan panah kepedihan yang sulit untuk kuatasi. Akhirnya kubuka Facebook, jaringan sosial yang baru-baru ini sedang melejitkan popularitasnya.
Tiada gairah yang kudapatkan dari menjelajahi alam maya itu sampai pada saat seorang pria yang kutahu sering mengajakku untuk mengobrol di chat box facebook. Selama ini kuabaikan karena aku paling menghindari orang-orang yang kukenal lewat jejaring sosial.
Malam itu, tanpa kusadari aku menanggapi teman facebook yang teryata mampu mengubah laraku menjadi rinduku yang tiada bertepi.

“...saat kemarau menerpaku, kamu hujan menghujaniku...”  kutuliskan sepenggal kalimat itu dalam diary kesayanganku yang meyakiniku untuk mempercayai “hujan” yang datang untuk menawarkan panas hidupku.

Andri, seorang pria sederhana yang menarik namun tidak memiliki paras setampan Brad Pitt. Ia tidak memiliki multi talenta. Juga bukan perayu ulung – meskipun awalnya aku mengira seperti itu. Pandanganku berubah baginya. Ia mengisi relung hatiku seperti dera rindu yang tidak pernah berkesudahan. Meskipun kami tidak pernah dipertemukan dalam dunia nyata, dunia maya lah yang membangkitkan berbagai perasaan bahagia yang bisa kudapatkan darinya.

“Mom... tidak lupa makan kan?” Tanyanya padaku dengan panggilan sayangnya padaku setelah kami sepakat untuk menjalin hubungan asmara jarak jauh.
“Iyah Dad... ini mau makan” Jawabku membalasnya dengan panggilan sayangnya seraya menyendok nasi ke piring yang telah betah berada pada genggamanku. Telepon genggam itu tetap berada pada telinga kiriku untuk mendengar setiap derik suara yang selalu kurindukan.
“Dad sendiri udah makan? Ini Mom lagi makan loh...” Sambungku sambil mengunyah makanan yang kupaksakan di mulutku yang kecil. Sesekali aku menyibakkan poni dan rambutku yang telah sepinggang.
“Bentar lagi Mom, Dad baru pulang nih” Jawab pria yang memiliki tubuh tinggi dan putih seperti foto-foto yang pernah diperlihatkannya.
“Yah udah... Dad makan dulu deh... kalau enggak, entar sakit maag loh..” Obrolan yang bagi sebagian orang sangat membosankan itu terasa begitu penuh perhatian bagiku. Itu sudah lebih dari cukup mengingat kami dipisahkan oleh laut yang dalam. Yah! Andri adalah orang Medan yang berada jauh di Sumatra Utara dan aku berada di Kalimantan Barat yang lebih tepatnya dikenal dengan kota Pontianak sebagai ibu kotanya.
Kututup telepon genggamku, menyunggingkan seulas senyuman dan kemudian melanjutkan makananku. Hidup yang benar-benar menyenangkan.

###

Aku menelungkup dalam tempat tidurku yang memiliki panjang kurang dari dua meter dan hanya cukup untuk lebar satu orang. Bulir air mata terjatuh membanjiri setiap sisi dari bantal dan guling yang kucengkeram erat, seolah melampiaskan hatiku yang kini teriris pilu.

Aku mengenang...

“Mom... aku pengen ngomong...” Ucap Andri serius pagi tadi. Keseriusan ini baru saja diperlihatkannya semenjak dua bulan hubungan yang kami jalani. Perasaanku terasa tidak senyaman biasanya, firasat seperti ini selalu kurasakan apabila ada sesuatu hal yang tidak beres.
“I-Iyah... ada apa, Dad?” Rasa canggung yang terukir berusaha kusembunyikan.
“Aku mau tanya, apa Mom serius denganku?”
“Serius? Maksudnya?”
“Kelihatannya kita sudah terlalu jauh...” Sambung Andri dengan suara parau yang kedengarannya menyembunyikan kesdihannya.
“Ke-kenapa? Aku serius kok, Ndri...” Ungkapku bukan hanya pedih namun dengan selipan rasa memelas yang terlampau pilu. Parasku panas, kulitku yang putih pasti sangat menampakkan rona merah tidak hanya pada wajahku, mungkin juga pada mataku.
Beberapa pasang mata menghujam ke dalam jantungku, mereka memandangku dengan simpati, seakan tahu apa yang kurasakan. TIDAK! Mereka tidak akan tahu betapa sedihnya aku, bertapa pedihnya aku, bertapa terlukanya aku. Tidak ada yang mengerti. Namun, akhirnya dapat kumaklumi, saat itu aku berada di sebuah resto bersama dengan kakak angkatku, Cherry.
Tidak berbeda dengan orang-orang di sana, Cherry yang bermata bulat dan besar akhirnya pun menjatuhkan tatapan simpatinya sehingga memperlihatkan kernyit di dahinya. STOP! Bukan simpati yang kubutuhkan.
“Kenapa Andri? Kenapa Dad?” Sesegukanku mewarnai protesku. Aku yakin Andri di tempatnya berada pasti sedang bingung mendengar sesegukanku.
“Kita terlalu jauh. Kita tidak mungkin bisa bersama. Di sana kamu akan dipromosikan menjadi kepala bagian, sedangkan aku di sini tidak dapat meninggalkan kedua orangtuaku hanya untuk bersamamu, apalah artinya kita bersama bila orangtua kita harus ditinggalkan? Aku anak lelaki satu-satunya, aku tak mungkin meninggalkan mereka. Kumohon kamu mengerti. Biarlah rasa sayang ini tersimpan menjadi memori paling indah antara kita berdua. Kita masih bisa menjalin persahabatan yang jauh lebih erat dibandingkan hubungan asmara...” Tutur Andri menjelaskan selugas dan secepat mungkin.
Aku tidak mampu berkata apa-apa selain, “Iyah”. Kututup telepon genggamku tanpa memberikannya kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan.
“Ada apa Chris?” Tanya perempuan berambut sebahu itu cemas. Aku tidak segera menjawab. Hatiku masih tidak bisa mempercayai pendengaranku. Tidak seperti disambar petir sehingga aku tidak memiliki kesadaran, tapi aku hanya seperti tersengat listrik tegangan rendah sehingga aku seakan terbengong dengan rasa pilu yang terpahat dalam hatiku, seperti pecah oleh dentuman kuat yang memekakkan telinga.
“Aku... mau... pulang...” Seakan saat itu, hanya itu yang bisa kuucapkan.

###

Hidup yang benar-benar menyenangkan? Itu hanya menjadi angan belaka yang memberi nafas sesaat buatku. Dalam setahun belakangan, aku menderita dua luka. Luka perih pertama akan kehilangan kepercayaan, dan luka perih berikutnya oleh karena menemukan keyakinan kembali.
Keyakinan itu tidak kemudian hilang lagi, ia ada namun menorehkan luka yang lebih dalam karena tidak bisa bersama, dipisahkan lautan yang dalam namun masing-masing dari kami tidak bisa membangun jembatan untuk menyeberangi lautan itu. Kami hanya pasrah.

“Sudah berakhir Kak...” Ucapku putus asa.
“Ayolah Christia Paramitha yang cantik dan tenar ini... kenapa harus tertarik ke lumpur kepedihan begini?” Ucap Cherry menyemangati.
“Kakak...” Rengekku.
“Ayolah dek... kamu itu cantik, tenar, kuat, dan pintar... kenapa oleh karena pria-pria itu, kamu menjadi begitu rapuh, begitu tanpa keyakinan?” Cherry membelalakkan matanya yang besar, sungguh menakutkan.
“Duh, Kak... matanya jangan gitu dong!” Rajukku memprotes.
“...Bila sedih dapat mengembalikan segalanya, berpilu lah, bersedih lah, ratapi kebodohanmu...” Kata Cherry seolah bersajak.
“Darimana tuh sajak... aneh banget” Kataku mencibir meskipun hatiku berkata lain, betul! Apa yang perlu disesali, apa gunanya menampilkan kesedihan. It’s not me!

###

“..mungkin kuterlupakanmu, namun melupakan sungguh perjuangan, kelebat lampau garisi mimpiku..”
Aku menghela napas berat. Telah berlalu setengah tahun yang lalu dan akhirnya aku tahu bahwa melupakan Andri begitu penuh perjuangan. Sangat butuh penggantinya untuk mengenyahkan bayangnya dalam setiap helaan nafasku. Tidak sepilu setengah tahun lalu – mungkin. Tapi tetap saja ada rasa sedih terbang masuk dalam ufuk benak.

“Dia udah jadian yah...” Gumamku lesu.
“Jadian? Siapa? Siapa?” Cerocos Fandy, adik semata wayangku.
“Bukan siapa-siapa...” Bisikku pelan, berjalan meninggalkannya.

Aku menyendiri, memeluk kedua belah kakiku, kutelungkupkan parasku di dalamnya. Tiba-tiba tersentak sendiri. Kaget karena pikiranku. Aku harus menyusun kembali perasaanku, tidak boleh terlena dalam keterpurukkan. Benar kata Kak Cherry, buat apa menyesali dan menyedihkan diri karena tidak akan mengembalikan apapun. IDE! Tekadku bulat, aku harus melakukannya. Aku mengambil laptop di ruang tamu dengan dibarengi tatapan heran adikku yang sedang asyik menonton televisi. Kumanyunkan bibirku saat kejahilannya mulai berkata di matanya.

Dear Andri,
Sudah setengah tahun, namun tiada rasa yang hilang untukmu. Kedatangan surat ini bukan untuk menciptakan keresahan dalam hidupmu yang mungkin telah berbeda seperti setengah tahun yang lalu. Aku mengerti kita “tidak mungkin”. Aku hanya ingin memindahkan sebagian isi hatiku yang ingin kuungkapkan padamu namun di waktu lalu, aku tak sanggup mengungkapkannya. Apa kabarnya kamu? Aku di sini baik-baik saja. Boleh kan aku menuliskan sesuatu buatmu...

Indah gurat di wajahmu terlihat jelas olehku
Suara merdumu terngiang dalam benakku
Namun
Dirimu tak tersentuh olehku
Wangi hadirmu tak tersampai padaku

Tahukah kamu??
Setiap jengkal ragaku mendera rindu hadirmu
Setiap desir darahku menginginkan sentuhan kasihmu

Hanya dera rindu tak bertepi
Yang mengenang senyumku meski hanya seulas
Yang membasuh luka di setiap sisi hatiku
Yang mendamaikan setiap keresahan jiwaku
Yang menenun keyakinanku yang hilang oleh kecewa

Yah! Apabila kamu bisa memahami sajak yang kuberikan untukmu itu, aku rasa kamu akan mengerti apa yang selama ini kurasakan padamu. Insan yang tidak ditakdirkan untuk bersama. Namun, hadirmu telah mengindahkan kegelapanku, redup yang kurasakan menjadi terang yang menyinari kembali langkahku. Meskipun semua itu hanya sebatas dera rindu yang dapat kurasakan karenamu. Terima kasih pernah hadir dalam hidupku. Kamu telah mengobati semua luka yang kukira tidak akan pernah terobati lagi. Dan kusudahi kisah antara kita sampai di sini. Semoga kamu selalu bahagia. Finally, you are my best friend from now.

From : Christia Paramitha

Tersenyum. Sungguh pengungkapan perasaan ini telah membuatku menjadi lebih baik lagi. Ternyata perasaan ini yang kubutuhkan selama ini. Mengungkapkan segala sesuatu yang mengganjal dihatiku sehingga aku mampu melupakan perasaanku terhadap Andri.

“DONE!” Teriakku senang.
“Kakak...” Protes laki-laki kecil yang ternyata berbaring di bawah tempat tidurku.
“Iyah Fandy, Kakak diam!”

Kukirimkan pesan itu secepat kilat melalui E-mail yang kukenali sebagai milik Andri. Aku tidak perlu tanggapannya terhadapku. Yang terpenting sekarang adalah hatiku lega telah menyelesaikan dan menyudahi kisahku dengannya.

###

LUAR BIASA!
Aku selalu menafsirkan apabila aku mengirimkan surat yang sentimentil, maka setiap pria akan beranggapan bahwa aku ingin mencoba menarik kembali dirinya untukku. Namun TIDAK demikian untuk seorang Andri.
Seminggu setelah kukirimkan surat untuknya, dia membalasku dengan kata-kata yang tidak bisa kupercaya.

Dear Chris,
Terima kasih Chris, kamu gadis paling menarik yang pernah datang dalam hidupku. Terima kasih juga untuk sajak, aku akan menyimpannya sebagai persembahan dari sahabatku yang terindah untukku. Aku memang tidak memiliki sajak seindah sajakmu yang dapat kupersembahkan untukmu, dan juga tidak memiliki kemampuan yang mampu untuk kuberikan padamu. Aku hanya orang biasa dan sangat biasa. Aku hanya bisa menawarkan persahabatan, persahabatan yang tak lekang oleh waktu. Wanna try? J

From : Andri Chandra

Mengharu biru, itulah yang kurasakan. Sahabat? Wah, kedengarannya boleh juga. Enam bulan lamanya aku selalu tetap merindukannya kembali padaku, namun sekarang yang harus kulakukan adalah menciptakan kisah baru bagi kami berdua. Kisah persahabatan yang tidak lekang oleh waktu. Dan aku yakin, tidak ada yang menghalangi seseorang yang tetap merindukan sahabatnya. Dan begitulah yang akan kulakukan, untuk sahabatku, Andri.

“Chris!!! Sudah jam delapan!” Jerit Bunda menghentakkan lamunanku yang telah terbang hingga anganku menari bahagia.
“Iyah Bun... Chris berangkat!” Ucapku sambil memakai sepatu kerja dan blazer kerjaku. Sesempurna mungkin untuk memulai karier baruku.

“I wanna do, my friend..” Gumamku sebelum melangkah keluar. Senyumku mengembang menghiasi wajah ovalku. Rambut panjangku kusibakkan karena semangatku yang menggebu. Hari yang indah, hidup yang indah, dan akan mulai kisah indah selanjutnya.


-THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar