Friendship | Writing | Reading | Learning | Joking | Smiling | Laughing | Comfortable
Tentang Kami
Foto saya
Grup Cafe Rusuh merupakan suatu ruang lingkup tempat di mana para anggotanya bisa berbagi tentang segala hal. Kata "Rusuh" sendiri merupakan kependekan dari "Ruang suasana hati". Sebagai sebuah grup, Cafe Rusuh menjadi sebuah jembatan di mana persahabatan, kekeluargaan dan silaturahmi antara sesama anggotanya tetap terjaga. Selain itu, Cafe Rusuh juga memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk berbagi tentang segala hal seperti puisi, cerita, esai, tips-tips dan info-info yang bermanfaat bagi para anggotanya.

Rabu, 13 Juli 2011

ACR: My Rat My Love

by June Tan

Sesosok bayangan putih melompat-lompat di atap-atap rumah di kota Kaifeng. Bayangan itu terbang hingga istana terlarang dan menghilang di balik tembok menara istana.

Esoknya, terjadi kegemparan di istana. Giok pusaka Kaisar telah hilang dicuri! Dan pelakunya meninggalkan surat tantangan di tempat pusaka itu tadinya disimpan.

‘Giok ini kuambil. Bila ingin mendapatkannya kembali, suruh Zhan Zhao si Kucing Istana mengambilnya sendiri dan bertanding denganku di Pulau Xian Kong.

Tertanda,

Tikus Berbulu Emas, Bai Yu Tang’

Kaisar yang membaca surat itu di balairung istana pun murka. “Kurang ajar! Beraninya si tikus ini mencuri ke dalam istana dan membuat surat tantangan segala!” amuk sang Kaisar. “Panggil Jendral Yang dan segera kumpulkan prajurit untuk menyerbu Pulau Xian Kong! Bila mereka melawan, basmi semuanya!”

“Yang mulia jangan emosi dulu. Setahu hamba, Bai Yu Tang itu meski sifatnya aneh, sebenarnya dia bukan orang yang jahat,” ujar Bao Zheng, gubernur Kaifeng yang merupakan ibukota Tiongkok pada jaman dinasti Song.

“Oh, jadi Pejabat Bao tahu siapa dia sebenarnya?” tanya Kaisar ingin tahu.

“Bai Yu Tang atau lebih dikenal sebagai Tikus Berbulu Emas ini adalah salah satu anggota dari Lima Pendekar Tikus yang terkenal di dunia persilatan. Mereka adalah orang-orang berjiwa satria yang sering membantu rakyat dan menumpas kejahatan,” jelas Bao.

“Berjiwa satria, katamu? Lalu untuk apa dia, tiada angin dan hujan tiba-tiba mencuri di dalam istana? Apa dia mau menantangku?” dengus Kaisar sambil mengibaskan lengan bajunya

“Saya rasa bila dilihat dari surat yang dia tinggalkan, sebenarnya dia hanya berniat menantang Perwira Zhan. Mungkin ini juga ada kaitannya dengan gelar Kucing Istana yang Anda berikan padanya.”

“Apa maksudnya?” tanya Kaisar sambil mengerutkan alisnya.

“Begini, Yang Mulia memberi Perwira Zhan gelar Kucing Istana, sementara julukan dia adalah Tikus. Bai Yu Tang ini adalah orang yang angkuh, jadi mungkin dia marah karena dengan memberi gelar Kucing, Kaisar seolah-olah mengatakan kalau para Pendekar Tikus ini bukan tandingan Perwira Zhan.”

“Huh konyol! Gelar yang kuberikan sama sekali tak ada hubungannya dengan para pendekar itu. Dan dia sampai berani mencuri di istana hanya untuk menantang Zhan Zhao?! Memangnya dia anggap istana ini seperti tempat bermainnya?” gerutu Kaisar. Sambil mengatakan ini, beliau mondar-mandir dengan kesal.

Melihat Kaisar semakin marah, Bao berusaha menenangkan junjungannya itu, “Yang Mulia, hanya orang yang mengikat gentalah yang bisa melepasnya. Karena Bai Yu Tang ini melakukan semuanya untuk menantang Perwira Zhan, lebih baik kalau Perwira Zhan yang pergi untuk mengambilnya kembali.”

Kaisar menggelengkan kepalanya dengan muram. “Apa kau sudah lupa, Pejabat Bao? Zhan Zhao sedang pergi bersama Pangeran Kedelapan untuk menyelidiki kasus dan tak ada yang tahu kapan dia akan kembali. Kita tak mungkin membiarkan masalah tikus pencuri ini menggantung terlalu lama karena akan memalukan nama baik Dinasti Song yang Agung dan juga namaku sebagai Kaisar. Sudahlah! Biarkan Jendral Yang dan pasukannya menyerbu pulau para Tikus itu. Akan kutunjukkan kalau tak ada yang bisa mempermainkan kewibawaanku sebagai Kaisar!”

Bao buru-buru berlutut di hadapan Kaisar. ”Yang Mulia, saya mohon Anda jangan terburu-buru mengirim pasukan. Di Pulau itu juga ada banyak rakyat yang tak bersalah. Jika pasukan dikirim dan terjadi pertempuran dengan para pendekar itu, pada akhirnya rakyatlah yang akan menjadi korban!” ujar Bao.

Beberapa pejabat lain yang ada di situ juga mengikuti apa yang dilakukan Bao. Semuanya berlutut dan berkata, “mohon Kaisar mempertimbangkannya kembali!”

“Lalu bagaimana? Ini tak bisa, itu tak bisa… masalah kecil seperti ini ternyata bisa membuatku pusing,” desah Kaisar. Dia menghempaskan dirinya ke atas singgasana dengan raut wajah kesal.

Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis dari arah samping balairung. “Kakanda Kaisar tak perlu khawatir! Kalau Perwira Zhan tak bisa pergi, biar saya saja yang pergi!”

Suara ini tak urung membuat Kaisar, Bao Zheng, dan beberapa pejabat menoleh ke arah sumbernya. Seorang gadis belia yang mengenakan pakaian resmi istana yang mewah mendekati mereka. Ornamen rambut yang dikenakannya terbuat dari emas dan permata yang berharga, menunjukkan statusnya sebagai keluarga bangsawan.

Semua pejabat dan pelayan yang melihatnya langsung berlutut dan memberi salam, “Tuan Putri yang mulia, panjang umur dan sejahtera!” Sementara itu, Kaisar hanya memandangi gadis itu dengan bingung.

“Sudah, sudah, tak perlu berlutut segala. Berdirilah kalian semua,” ujar gadis itu sambil melambaikan tangan asal-asalan. Wajahnya yang cantik penuh senyum dan sifat liar tampak dari sorotan matanya.

“Mingyue, apa-apaan ini! Aku sedang melakukan rapat dan kau tiba-tiba menerobos masuk. Mana ada seorang putri bersikap liar seperti ini!” gerutu Kaisar sambil melemparkan pandangan jengkel.

Gadis itu dengan santai menjawab, “ada kok. Ya di sini ini, hehehe…” Begitu dilihatnya sang Kaisar masih memelototi dirinya, Mingyue buru-buru memasang senyum manis, “Kakanda yang Mulia, jangan marah-marah dong. Nanti cepat tua lho.” Gadis itu menggelendot manja sambil menarik-narik lengan baju Kaisar.

Kaisar hanya bisa mengesah melihat sikap adik kesayangannya itu. “Sudahlah, Mingyue, jangan bertingkah seperti anak kecil begitu. Cepat katakan apa maksudnya kau tiba-tiba muncul di sini,” ujarnya dengan nada marah. Sebenarnya Kaisar tak ingin memasang wajah galak terhadap Mingyue, tapi berhubung mereka ada di depan para pejabat, maka mau tak mau Kaisar harus menjaga wibawanya.

“Kan sudah saya bilang, saya ingin pergi menggantikan Perwira Zhan ke Pulau Xian Kong untuk mengambil kembali giok milik Kakanda Kaisar yang dicuri oleh Pendekar Tikus itu. Tenang saja, begini-begini juga saya ini sering belajar silat pada Perwira Zhan,” ujar gadis itu dengan suara mantap.

“Heh? Jadi kau menguping semuanya, ya? Sikap tak sopan apa lagi yang masih belum kau lakukan, hah? Dan apa tadi yang kamu bilang? Apa tidak salah seorang Tuan Putri berniat pergi ke pulau para pendekar? Ini bukan pergi berjalan-jalan, Mingyue! Dan apa kau pikir ilmu silat ‘kucing kaki tiga’-mu itu hebat?” sindir Kaisar.

“Biarpun cuma berkaki tiga, tetap saja namanya kucing, dan tentunya kucing bisa mengalahkan tikus!” balas Mingyue tak mau kalah. “Saya kan ingin menjajal ilmu silat saya di luar, apakah cukup hebat atau tidak. Habis para pengawal istana selalu mengalah tiap kali berlatih tanding denganku. Payah!” rutuknya sambil memanyunkan bibir.

“Hooo… jadi niatmu sebenarnya adalah bermain-main ke luar istana untuk memamerkan ilmu silat, begitu? Sudah, jangan macam-macam! Kembalilah ke tempatmu dan jangan ikut campur urusan kerajaan!”

Mingyue masih mau mengatakan sesuatu, tapi Kaisar mengangkat sebelah tangan sebagai isyarat kalau beliau tak mau meladeni gadis itu lagi. Mingyue membanting kakinya dengan kesal dan dengan bersungut-sungut meninggalkan balairung diikuti dayangnya. Setelah gadis itu pergi, Kaisar kembali mengesah sambil menggelengkan kepala. “Gadis itu benar-benar keterlaluan. Ini mungkin karena aku dan Ibusuri terlalu memanjakannya. Haah, rasanya sekarang kita hanya bisa berharap perwira Zhan cepat pulang…” ujar Kaisar sambil memijit-mijit pelipisnya yang mulai berdenyut-denyut.

Di kamarnya, Mingyue masih mengomel, “Kakanda Kaisar keterlaluan! Padahal kan aku ingin membantunya, tapi dia meremehkanku. Perwira Zhan sendiri bilang kalau kemajuan ilmu silatku sudah lumayan.” Semakin memikirkan hal ini, Mingyue semakin merasa jengkel. Akhirnya gadis itu membuat keputusan. “Xiao Lian, siapkan pakaian bepergian untukku!” perintahnya pada seorang dayang yang berada di sisinya. Mulanya si dayang ragu-ragu, tapi begitu Mingyue memelototinya, dayang itupun bergegas menyiapkan semua yang dimintanya.

***

Keesokan paginya, istana kembali geger. Kali ini Putri Mingyue yang menghilang. Xiao Lian si dayang dengan tubuh gemetar menceritakan kalau sang putri menyelinap ke luar istana tanpa ada yang bisa mencegahnya. Beberapa pengawal ditemukan terbaring pingsan karena dipukul oleh gadis itu dari belakang.

Sementara itu, seorang gadis yang mengenakan topi dan pakaian laki-laki berkeliaran di jalan dan menanyakan arah ke Pulau Xian Kong. Berdasarkan petunjuk beberapa orang lewat, gadis itu membeli seekor kuda dan memacunya ke luar kota. Sesaat setelah gadis itu melewati gerbang kota, prajurit istana menghampiri penjaga gerbang dan memerintahkan agar gerbang kota ditutup. Tentu saja tindakan itu terlambat karena sang putri sudah pergi duluan. Akhirnya gadis itu sampai di tepi sebuah danau.

Pulau Xian Kong adalah sebuah pulau yang berada di tengah-tengah danau yang cukup luas. Untuk mencapai pulau itu, orang harus menggunakan perahu. Gadis itupun segera memanggil seorang tukang perahu yang sedang beristirahat di tepi danau.

“Kakak tukang perahu, berapa biaya untuk menyebrang ke pulau Xian Kong?” tanyanya dengan nada suara diberat-beratkan, agar tak terdengar seperti suara wanita.

“Tuan mau menyebrang ke sana? Di sana itu markas para Pendekar Tikus. Ada tujuan apa Anda mencari mereka?” tanya si tukang perahu.

“Saya ingin mencari dan menantang Bai Yu Tang, si Tikus Berbulu Emas,” ujarnya blak-blakan.

Si tukang perahu memandanginya dari atas ke bawah kemudian tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. “Kamu? Mau menantang si Tikus Berbulu Emas yang paling sakti di antara Lima Tikus? Yang benar saja! Sudahlah, lebih baik kau urungkan saja niat itu. Menantangnya hanya akan membuatmu mempermalukan diri sendiri.”

Mingyue paling tak suka kalau dirinya diremehkan. Karena itu dia berkata, “memangnya kenapa? Begini-begini aku adalah murid sang Pendekar Selatan, Zhan Zhao!”

“Heh, tak pernah kudengar Zhan Zhao mengangkat murid. Baiklah, bagaimana kalau kuuji dulu ilmumu!” setelah berkata begitu, si tukang perahu menyerang Mingyue. Meski agak kaget, gadis itu berhasil menghindar tepat waktu. Keduanya beradu ilmu. Si tukang perahu lebih kuat tenaganya tapi Mingyue mengimbanginya dengan kelincahan tubuh. Akhirnya, gadis itu berhasil menarik lepas ikat rambut si tukang perahu.

Melihat ikat rambutnya sudah berpindah ke tangan seorang pemuda berwajah manis yang mengaku sebagai murid Zhan Zhao, si tukang perahu bersoja memberi hormat. “Anda memang pantas menjadi murid sang Pendekar Selatan. Karena Anda telah mengalahkan Jiang Bing si Tikus Air ini, Anda boleh menumpang perahu saya. Silakan,” ujarnya dengan nada sopan.

Dengan wajah penuh senyum, Mingyue naik ke atas perahu. Si tukang perahu yang merupakan salah satu dari Lima Tikus berjulukan Tikus Air mendayung perahunya menuju pulau yang berada di tengah danau.

Setibanya di Pulau Xian Kong, Jiang Bing mengantar Mingyue ke markas para Tikus. Di ruang tamu, empat orang anggota Lima Tikus lainnya sudah menunggu mereka. Jiang Bing mengenalkan para Pendekar Tikus itu satu persatu pada Mingyue. Dan saat dirinya dikenalkan pada Bai Yu Tang, anggota Lima Tikus termuda, Mingyue tak bisa mengalihkan pandangan darinya.

Bai Yu Tang adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah. Rambutnya yang hitam dan panjang dibiarkan tergerai di punggung. Alisnya lebat dan melengkung tajam. Hidungnya mancung dan garis dagunya tegas. Sorot matanya memancarkan rasa percaya diri yang kuat dan bibir tipisnya tersenyum. Pakaian berwarna putih yang dikenakannya memberi kesan gagah dan anggun pada tubuhnya yang ramping.

‘Jadi ini orang yang mencuri giok milik Kakanda Kaisar untuk menantang Perwira Zhan?’ pikir Mingyue. Gadis itu sungguh tak menyangka kalau orang yang memiliki julukan Tikus Berbulu Emas itu ternyata begitu menawan! Selama beberapa saat Mingyue hanya bisa terpaku menatap Bai Yu Tang.

“Kata kakak keempat, kau adalah murid Zhan Zhao dan berniat menantangku? Heh, bisa-bisanya si Kucing itu mengirim bocah ingusan untuk menantang Tikus Berbulu Emas ini. Sudahlah, kembalilah pada gurumu dan suruh dia sendiri yang maju menghadapiku,” ujar Bai Yu Tang pongah.

Nada meremehkan dalam suara Bai Yu Tang menyadarkan Mingyue dari lamunannya. Gadis itu segera membalas, ”guru Zhan sedang mendapat tugas penting dari Kaisar dan tak punya waktu untuk meladenimu! Karena itulah dia mengirimku ke sini. Aku yang akan merebut kembali giok itu dari tanganmu!” tantang gadis itu tanpa rasa takut.

 “Wah, wah… berani juga kamu, kucing kecil. Baiklah, karena aku sedang senggang, aku akan melayanimu bermain-main sebentar. Sebutkan namamu karena aku tak mau bertarung melawan orang tanpa nama,” kata Bai Yu Tang. Wajahnya mulai menunjukkan ketertarikan.

“Namaku Mi…” hampir saja Mingyue menyebutkan namanya. Otaknya berputar untuk mencari nama yang sesuai. “Zhao… Zhao Yun! Namaku Zhao Yun.”

“Zhao Yun? Hahahaha! Nama yang hebat! Nama yang hebat!” ujar Bai Yu Tang tertawa lebar. Keempat saudaranya yang sedari tadi melihat saja di samping ikut tertawa.

“Me… memangnya kenapa? Margaku memang Zhao dan orangtuaku penggemar pahlawan dari masa Tiga Kerajaan itu. Memang apa salahnya kalau ada orangtua yang berharap anaknya menjadi sekuat dia?” sembur Mingyue dengan wajah memerah.

“Memang tidak salah, tidak salah sama sekali. Baiklah, Bai Yu Tang tak pernah menolak tantangan. Karena hari sudah sore, bagaimana kalau besok saja kita bertarung?” tanya sang Tikus Berbulu Emas.

"Tak masalah," ujar Mingyue. Dalam hati sebenarnya dia gugup juga, tapi karena sudah terlanjur apa boleh buat.

***

Keesokan harinya, atas saran Lu Fang - Tikus Pertama dari Lima Tikus - pertarungan diadakan di lapangan terbuka yang ada di dekat situ. Bai Yu Tang menarik pedangnya keluar dari sarung dan mengacungkan ujungnya ke arah Mingyue. Mingyue juga mengacungkan pedangnya ke arah Bai Yu Tang. Pemuda itu mempersilakan Mingyue menyerang duluan. Mingyue sekali lagi memanfaatkan ilmu ringan tubuhnya untuk menutupi kekurangannya dalam hal kekuatan.

Sayangnya kali ini Mingyue bertemu lawan yang lebih tangguh. Bai Yu Tang yang mampu menyusup ke dalam istana tanpa ketahuan jelas bukan orang sembarangan. Ilmu ringan tubuhnya seimbang dengan Mingyue, ditambah lagi dia lebih berpengalaman memainkan pedang. Mingyue yang selama ini hanya berlatih tanding melawan pengawal istana yang selalu mengalah tentu saja hanya menjadi bulan-bulanan si Tikus Berbulu Emas. Sebelumnya Mingyue bisa mengalahkan Jiang Bing karena Tikus Air itu memang – seperti julukannya – hanya unggul kalau pertarungan terjadi di air. Di darat, ilmu silatnya tak seberapa.

Setelah lewat beberapa jurus, Mingyue benar-benar terdesak. Bai Yu Tang menyabetkan pedangnya ke atas dan mengenai topi Mingyue. Topinya lepas dan membuat rambut hitam panjang Mingyue terurai, membongkar identitasnya sebagai wanita.

Bai Yu Tang dan yang lainnya terpana melihat gadis itu. Mereka tak menyangka kalau bocah bermuka manis yang mengaku-ngaku sebagai murid Zhan Zhao sang Pendekar Selatan ternyata seorang wanita! Yang paling kaget tentu Bai Yu Tang karena baru kali ini ada seorang gadis yang berani menantangnya berkelahi.

Di pihak lain, Mingyue panik saat topinya lepas dan identitasnya terbongkar. Gadis itu hanya bisa buru-buru mengambil topinya dan memasangnya kembali. Tentu saja semua sudah terlambat.

“Jadi kau wanita?” tanya Bai Yu Tang. Dalam hati dia merasa kesal pada dirinya sendiri, bisa-bisanya dia tertipu! Apalagi sebagai pendekar sejati tentunya Bai Yu Tang takkan mau berkelahi melawan perempuan.

Tiba-tiba seseorang berbaju biru muncul entah dari mana dan langsung berdiri di antara Mingyue dan Bai Yu Tang. Orang itu segera berkata pada Bai Yu Tang, ”Pendekar Bai, tolong hentikan perkelahian ini. Yang Anda cari adalah saya, Zhan Zhao, jadi tolong maafkan gadis itu,” kata orang itu. Dia adalah Zhan Zhao, sang Pendekar Selatan yang juga memiliki julukan Kucing Istana.

“Perwira Zhan, kau tak perlu memohon ampun untukku. Aku masih bisa bertarung kok,” gumam Mingyue. Gadis itu kesal karena identitasnya sudah ketahuan dan sekarang Zhan Zhao muncul tiba-tiba untuk mengganggu pertarungannya. Ini benar-benar memalukan, pikir gadis itu.

“Tuan Putri, tak tahukah Anda betapa khawatirnya Baginda Kaisar karena Anda kabur dari istana? Kaisar hampir saja mengirim pasukan untuk mencari Anda. Untunglah saya pulang tepat waktu hingga bisa langsung berangkat menyusul kemari karena Tuan Bao memperkirakan kalau Anda pasti akan nekat ke pergi Pulau Xian Kong,” cecar Zhan Zhao pada Mingyue setelah sebelumnya memberi salam hormat singkat. Mingyue yang diomeli seperti itu tak bisa mengatakan apa-apa untuk membalasnya.

“Tunggu dulu! Apa maksudnya ini?” sela Bai Yu Tang. “Tadi kau menyebutnya Tuan Putri? Tapi dia mengaku sebagai muridmu dan…”

“Benar. Beliau ini adalah Putri Mingyue, adik kandung Kaisar Yang Mulia. Saya tak berani menyebut diri saya sebagai gurunya, tapi memang sayalah yang mengajarinya ilmu silat. Tepatnya Beliaulah yang memaksa saya untuk mengajarkannya,” kata Zhan Zhao sopan. “Oh iya, selain untuk mencari Tuan Putri, saya juga datang untuk memenuhi tantangan Pendekar Bai. Bila Anda tak keberatan, mari kita bertanding dan bila saya menang Anda harus mengembalikan giok milik Kaisar,” kata Zhan Zhao sambil bersiap-siap.

“Ah, sudahlah. Nih, kukembalikan saja gioknya, anggap aku sudah kalah,” ujar Bai Yu Tang sambil merogoh bajunya untuk mengambil benda yang tersimpan di sana. Pemuda itu melemparkan gioknya ke arah Mingyue dan secara refleks gadis itu menangkapnya. “Ingat ya, aku memberikan giok itu pada Putri Mingyue dan bukan padamu, Zhan Zhao. Lain kali kita akan benar-benar bertanding!” ujar Bai Yu Tang sebelum membalikkan badannya dan pergi begitu saja.

Zhan Zhao mengucapkan salam perpisahan dengan para Pendekar Tikus lainnya. Keempat pendekar itu hanya bisa tersenyum-senyum sambil memintakan maaf atas tingkah adik kelima mereka yang seenaknya. Ketika akan mengajak Mingyue pergi, Zhan Zhao melihat gadis itu masih memandangi punggung Bai Yu Tang. Menyadari apa yang dipikirkan sang putri, sang perwira hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Setelah beberapa kali dipanggil, barulah Mingyue sadar dan bergegas mengikuti Zhan Zhao kembali ke ibukota.

***

Tiga hari kemudian.

Mingyue termenung sendirian di depan jendela kamarnya, memandang bulan purnama yang bulat sempurna. Tangannya masih memegang giok yang sebelumnya dicuri Bai Yu Tang. Gadis itu tak bisa melupakan wajah sang Tikus Berbulu Emas sedikitpun.

“Ada apa denganku? Kenapa aku tak bisa berhenti memikirkan orang sombong itu?” gumamnya. “Apakah aku… tidak, tak boleh. Aku adalah seorang putri yang terkurung di istana dan dia adalah pendekar yang hidup bebas melanglang buana. Dunia kami jauh berbeda dan…” keluh Mingyue. Gadis itu memandang jauh keluar jendela, ke arah langit malam tanpa batas.

Meski singkat, pengalaman ke luar istana tiga hari yang lalu itu sangat membekas di hati. Baru kali ini Mingyue berpikir kalau statusnya sebagai Tuan Putri adalah belenggu. Betapa inginnya dia hidup bebas sebagai rakyat jelata. Dilahirkan sebagai adik Kaisar, berarti pernikahannya nanti juga sudah diatur. Keinginan untuk bersama dengan orang yang benar-benar dia cintai hanyalah impian semu.

Mingyue berbalik dan berjalan menuju laci di dekat tempat tidurnya untuk menyimpan giok itu. Baru saja tangannya membuka laci, terdengar suara ketukan dari arah jendela. Ketika berbalik, betapa kaget gadis itu melihat sosok pemuda berbaju putih duduk bersandar di ambang jendela. Rambut panjangnya melambai tertiup angin. Tangannya terlipat di depan dada sambil memegang pedang kesayangannya. Senyumnya yang dipenuhi rasa percaya diri mengembang.

“Hai, aku datang untuk mengajak Zhao Yun si Kucing Kecil berkunjung kembali ke Pulau Xian Kong,” sapanya dengan nada jahil. “Apakah Anda mengenalnya, nona?”

Merasa yakin kalau yang dilihatnya bukanlah mimpi, Mingyue segera menjawab, “tentu saja! Tunggulah sebentar, akan kupanggilkan dia.” Gadis itu tersenyum lebar, yang dibalas dengan senyuman yang tak kalah lebarnya oleh sang Tikus Berbulu Emas.

Tampaknya, kehebohan di istana masih akan berlanjut!

Footnotes:
- Bao Zheng (Hakim Bao) adalah seorang tokoh terkenal dalam sejarah Cina Kuno  pada masa Dinasti Song.
- Zhan Zhao dan 5 tikus adalah karakter dalam novel Qi Xia Wu Yi dan sering keluar dalam serial-serial Hakim Bao.
- Zhao Yun yang namanya digunakan sebagai nama samaran Mingyue adalah tokoh terkenal dalam cerita Romance of Three Kingdom.
- Putri Mingyue adalah karakter fiktif yang saya tambahkan sendiri.

1 komentar:

  1. Oyeee!
    punya saya nongoool!
    (*teriak2 nggak jelas*)

    BalasHapus