Friendship | Writing | Reading | Learning | Joking | Smiling | Laughing | Comfortable
Tentang Kami
Foto saya
Grup Cafe Rusuh merupakan suatu ruang lingkup tempat di mana para anggotanya bisa berbagi tentang segala hal. Kata "Rusuh" sendiri merupakan kependekan dari "Ruang suasana hati". Sebagai sebuah grup, Cafe Rusuh menjadi sebuah jembatan di mana persahabatan, kekeluargaan dan silaturahmi antara sesama anggotanya tetap terjaga. Selain itu, Cafe Rusuh juga memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk berbagi tentang segala hal seperti puisi, cerita, esai, tips-tips dan info-info yang bermanfaat bagi para anggotanya.

Rabu, 13 Juli 2011

ACR: Fortune Onigiri



by Catz Link Tristan

“Menu spesial hari ini apa yah?” seorang gadis yang mengenakan blazer abu-abu dengan rok pendek mengetukkan jarinya ke buku menu.
“Special for lunch, kami menyediakan steak ayam dan kentang tumbuk. Serta ada pilihan chicken teriyaki spicy, kedua paket tersebut mendapatkan bonus jus kesehatan berdasarkan golongan darah,” Sari, pelayan café rusuh yang mengenakan rok panjang serta kemeja berwarna putih yang dilengkapi dengan apron kotak-kotak kombinasi warna merah-hitam memberikan senyum terbaiknya.
“Jadi kamu pesan apa, Sunny?” gadis itu menyerahkan buku menu kepada temannya.
“Kamu sendiri belum pesan apapun. Kamu kan sudah biasa ke café ini, jadi kamu tentuin aja deh,” Sunny melirik pelayan yang mengenakan kerudung hitam yang masih memasang senyum manis.
Chicken teriyaki dua, lalu jusnya apel dan melon yah,” setelah selesai mencatat pesanan mereka, Sari berjalan menuju dapur.

“Dan! Chicken teriyaki dua, sama apple dan melon juice yah,” Sari sebelum keluar dari dapur kembali berteriak. “Dan! Pesanan gadismu tuh, jadi bikinnya ekstra cepat yah!” ledek Sari sambil segera mengambil langkah seribu.

Dan melirik ke nota pesanan. Dia tersenyum dan mulai mengolah bahan-bahan. Dan memotong wortel, timun serta lobak untuk dibikin salad. Dia mencetak nasi ke dalam mangkuk kecil, meletakkan di nampan saji. Sepiring Chicken teriyaki diletakkan berdampingan dengan sumpit, salad juga semangkuk kecil sup miso. Dan mengambil kertas kecil dan menuliskan sesuatu.
“Sari! Pesanan meja lima sudah siap!” teriak Dan.

Sudah enam bulan Dan, alias Dansou bekerja di café Rusuh. Dia awalnya hanya iseng, mengantikan kakak perempuannya yang baru saja melahirkan. Delia, kakak perempuannya adalah pemilik café Rusuh, Café Rusuh sendiri terletak di deretan ruko yang terdapat dalam komplek sentra bisnis Karawachi. Namun setelah setengah tahun bekerja, ternyata Dan sangat menikmati mengurus café Rusuh. Delia pun dengan senang hati menyerahkan sepenuhnya penggurusan café pada Dan.

Dan sudah mengamati June selama setengah tahun ini. Dia tahu informasi di mana June bekerja, umur dan makanan kesukaannya. June adalah sekertaris manager di perusahaan yang terdapat di block D, yang merupakan deretan perkantoran. June selalu datang saat jam makan siang, dan itu sudah menjadi rutinitasnya selama delapan bulan ini. Gadis itu suka masakan Jepang. Dan minumannya tentu saja jus apel tanpa susu dan es.

“Dan! Pesanan meja delapan dan sebelas udah belom? Bengong aja! Tiap kali tuh cewek datang, mukamu pasti kayak kambing bloon,” teriak Ria.
“Sadar woy! Lihat mukamu tuh, serem. Kadang senyum-senyum sendiri!” kembali Ria menepuk pundak Dan.
“Sirik aja kalian itu. Mukamu juga lebih mirip keledai bego kalau tuan sempurna itu datang,” balas Dan yang dihadiahi sebuah kepalan tinju dari Ria.
“Setidaknya aku berani menyapa tuan sempurnaku, sedangkan dirimu hanya mengintip dari lubang penyajian yang hanya berukuran satu kali satu meter,” sahut Ria.

Dan sadar perkataan Ria benar adanya. Dia tidak pernah berani keluar untuk menyapa gadis pujaannya. Walau Ria, Sari dan Rasta telah memberikan dia beberapa kali kesempatan.

==

Hari ini June kembali duduk di meja nomor lima, namun kali ini June datang sendiri. Sunny dan Dewi sudah memiliki janji makan siang dengan kekasih mereka. June selalu suka dengan café ini. Café yang tidak terlalu mewah namun terasa hangat dan nyaman. Interiornya yang simple, berupa kursi dan meja putih dengan taplak kotak-kotak senada dengan celemek para pelayan cafenya. Lampu-lampu kecil berwarna putih dan pot-pot bunga kecil yang berisi bunga-bunga jam sembilan memberi kesan sangat ramah. Dan yang terpenting menu di café ini tidak menguras kantong serta sangat lezat.

June hari ini memesan onigiri set dan teh hijau favoritnya. Kadang kala dia merasa ada seseorang yang terus memperhatikannya, entah hanya perasaan ataukah sebuah kecemasan yang kembali menghantuinya. “Pesanannya sudah semua, Mbak?” Sari bertanya kepada June.
“Eh, iya .. sudah. Semua sudah disajikan. Bill-nya yah,” June melirik jam di layar BB yang menunjukkan pukul 14.00, sudah saatnya dia kembali bekerja.

“Ini kembaliannya, Mbak. Dan ini ada bonus dari juru masak kami, karena Mbak adalah pelanggan setia café kami,” ucap Sari sopan.
June meraih bungkusan berwarna kotak-kotak merah hitam dan menjejalkannya ke dalam tas kerjanya. “Terima kasih, sampaikan salamku pada Mbak juru masaknya yah,” setengah berlari June keluar dari café.

Sari tertawa, “Mbak Dan, dapat salam dari si gadis pujaaan!”
Ruangan Café yang telah lenggang dipenuhi dengan tawa para pekerjanya.
“Dia salah menyangka kamu adalah Kak Delia,” Ria dengan sengaja menekankan kenyataan itu kembali.
“Tidak perlu diingatkan!” gerutu Dan.

==

June terpaksa lembur karena bosnya harus rapat dengan beberapa staff penjualan. Perut June sudah menuntut untuk diisi, namun dia tidak berani meninggalkan ruangan , walau dia tidak ikut dalam rapat yang tidak jelas arahnya itu. Dia membuka tas, berharap ada permen atau biskuit yang dapat menganjal perut. Sebuah kantong kertas dengan logo cangkir kopi membuat wajahnya tersenyum cerah.
“Oh terima kasih Mbak Delia! Perutku tertolong dengan ini!” June mengecup logo café Rusuh.

Saat dia membuka ada tiga buah onogiri dengan aneka bentuk. June mengunyah salah satu onigiri dengan isian abon ayam. Tanpa sengaja dia mengigit selembar kertas. “Makanan yang terbaik adalah makanan yang bukan hanya mengenyangkan perut, namun juga mengenyangkan hati,” June membaca notes kecil tersebut.
“Mbak Delia selain jago masak, ternyata juga jago memberikan kata-kata mutiara toh. Heeem, jadi semacam fortune onigiri yah. Keren,” June tersenyum.

==

Dan melirik ke jendela, menatap deretan ruko dalam komplek pusat bisnis Karawachi. Dia memang tinggal di lantai tiga ruko café Rusuh. Selain praktis dan untuk berjaga-jaga, Dan juga dapat bangun lebih awal. Selain itu dari jendela ini dia bisa melihat kantor tempat June bekerja. Kadang Dan membayangkan seperti apa June kala sibuk dengan dokumen atau mengetik surat. “Ah, sepertinya otakku ini mulai kacau!” Dan menatap jendela terakhir kalinya lalu menutup tirai tersebut.

Dan kembali sibuk menyusun menu untuk esok hari. Selain itu dia menyiapkan beberapa kertas yang akan dia masukkan dalam onigirinya besok. Dia akan mulai menyelipkan selembar notes untuk June setiap hari, hingga June menyadari betapa gadis itu telah merebut perhatiannya. June bukanlah gadis yang bisa dikatakan cantik seperti Miss Universe, namun bagi Dan, June sempurna.

Kulitnya yang kuning langsat dengan mata sipit yang menurut sumber terpercaya Rasta yaitu office girl di kantor June yang naksir berat pada Rasta, June berdarah campuran tionghua dan betawi. Bibirnya yang tipis dengan polesan lipstik warna kalem dan dandanan wajah natural membuat June semakin cantik.

Andai saja Dan memiliki keberanian untuk maju dan menyapa. Dia tidak berani, baginya June terlalu sempurna. Sementara dengan bentuk tubuhnya yang sedikit gempal dan wajah pas-pasan, Dan sangat minder.
==

“Bonus onigiri lagi untukku?” June tidak percaya hari ini hari ke lima dia mendapat bonus sebungkus onigiri. Dan terus terang dia selalu menantikan onigiri bonus ini. Bukan karena gratisannya, tapi kertas kecil yang tersembunyi pada salah satu onigiri tersebut. Hanya di dalam onigiri bonus inilah ada fortune note, karena penasaran June selalu memesan onigiri set setiap hari tapi tidak juga dia temukan fortune note.
Setiap kertas yang dia dapatkan selalu dia susun dengan rapi dalam buku agendanya. Disertai gambar tiga onigiri dan keterangan isi dari onigiri tersebut. Lima belas onigiri, lima kertas yang memberinya semangat. Entah mengapa June merasa Kak Delia sebagai koki sangat perhatian padanya. Kak Delia, sang pemilik café sekaligus juru masak adalah wanita berusia tiga puluh tahun yang sangat ramah. Keramahannya membuat June menjadi langganan tetap.

==

Minggu pagi dan June terpaksa masuk kerja hari ini. Pak Suryo, Manager penjualan memaksanya masuk dengan alasan ada beberapa catatan data penjualan yang harus segera diproses. “Pagi,” sapa satpam di pintu masuk kantornya. Gedung berwarna hijau cerah dengan logo tiga lembar daun itu adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang property.
“Pagi juga, Pak Ahmad. Pagi yang cerah,” balas June.
“Lembur yah, Mbak June?” tanya Pak Ahmad.
“Yah, biasa si Bos memberi titah,” June tertawa pelan bersama Pak Ahmad.
“Nanti sore kan Big Bos bakal balik dari Singapura, makanya Bos kecil kalang kabut,” June kembali tersenyum. Kadang dia bingung, darimana para satpam dan OB maupun OG mendapatkan info akurat dibanding dia yang duduk di dalam ruangan.
“Yah, nasib sayalah yang harus lembur demi Big Boss,” June membuka tas dan menyodorkan apel dua buah kepada Pak Ahmad.
“Buat cemilan nanti siang,” ujar June sambil berjalan memasuki kantor.

June meletakkan tas Burberry tiruan yang dibelinya di Mangga Dua di atas meja kerjanya. Dia menghidupkan komputer dan mulai mencari berkas yang diinginkan Pak Suryo sementara menunggu Pak Suryo datang.

June mengisi beberapa kolom, menghapus kata-kata dan bilangan yang tidak perlu dari layar excel sheetnya. Setelah puas dengan hasil kerjaannya June mengarahkan pointer mouse ke bagian print. Tak selang beberapa menit kertas-kertas dimuntahkan dari printer HP terbaru miliknya. Sebagai sekertaris dia mendapatkan fasilitas yang sangat lengkap. PC baru dengan akses internet tanpa batas, printer terbaik yang setiap saat selalu diganti cartidgenya oleh bagian EDP. Dan tentu saja gajinya juga lumayan untuk ukuran karyawan yang baru bekerja selama delapan bulan, dia juga sudah terdaftar sebagai karyawan tetap pada hari ke lima bekerja. Kecemburuan terjadi diantara rekan sekerjanya. Mereka menganggap dia adalah sekertaris plus-plus yang bisa dipakai setiap saat oleh Pak Suryo. June sungguh kesal dengan penilaian rekan sekerjanya. Dia  tidak pernah memberikan pelayanan lain kepada bosnya selain apa yang harus dikerjakan oleh sekertaris yang sudah tertuang dalam job description.

Dia tidak ingin terjebak dalam cinta semu lagi seperti yang pernah dialaminya di kantor lama tempatnya bekerja dulu. Memuja dan mencintai atasannya tanpa mengenal batasan. Memberikan seluruh hidupnya kepada pria yang dia jelas-jelas ketahui telah berkeluarga. Mengasihani pria yang mengatakan kehidupan rumah tangganya bahkan lebih buruk daripada harus hidup di neraka. Mempercayai janji bahwa hanya dia wanita terbaik yang akan mengubah langit gelap mencari cerah.

“Awal sekali kamu sudah datang, June?” Pak Suryo tersenyum pada June.
“Sesuai waktu yang Bapak perintahkan. Dan saya juga sudah menyelesaikan laporannya. Jika ada kekurangan bisa direvisi lagi,” June menyerahkan map hijau muda kepada Pak Suryo.
“Baiklah, bagaimana kalau kita bahas sambil sarapan. Saya lapar! Istri dan anak-anak saya yang cerewet itu membuat kepala saya pusing. Untung ada kamu yang selalu membuat hariku cerah June,” Pak Suryo adalah pria diawal empat puluh tahun. Karirnya cemerlang dengan otak yang cerdas. Memiliki istri yang cantik berumur lima belas tahun lebih muda daripadanya. Kedua anaknya berusia enam dan empat tahun, keduanya laki-laki. Seharusnya kehidupannya bisa dikatakan sebagai kehidupan sempurna. Namun kadang kala manusia terlalu menuntut. Mereka selalu melirik rumput tetangga yang lebih hijau dari rumput di pekarangannya.

“Ah, sarapan. Sebenarnya saya sudah, Pak,” June mencoba menolak secara halus. Pak Suryo sering curhat kepadanya mengenai keadaan rumah tangga, yang bagi June adalah sebuah keluh kesah tanpa memandang anugrah dari Tuhan.
“Temani saya, June. Tidak akan lama, hanya dua puluh menit,” Pak Suryo melihat jam tangannya.
“Masih ada lima jam sebelum Big Bos datang jadi setelah sarapan kita akan kebut kerja terus sampai sore nanti,” Pak Suryo menarik tangan June, sementara June mencoba mengambil tasnya.

“Makan di café Rusuh saja, Pak. Menunya komplit dan enak. Itu tempat makan siang favorit saya,” June menunjukkan arah dan Pak Suryo mengarahkan setir menuju tempat yang disebutkan.
“Dekat banget dari kantor,” celetuk Pak Suryo.
“Makanya saya bilang jalan kaki saja,” June membuka pintu mobil dan melangkah menuju bangunan bercat putih bersih dengan jendela kayu dengan hiasan pagar kayu bercat hitam merah di bagian bawahnya.
“Pagi, maaf baru selesai beres-beres,” Ria pelayan café segera mengubah tanda tutup di kaca pintu menjadi buka.
“Meja lima?” tanya Ria, tangannya dengan cekatan menyambar dua buah buku menu, pulpen dan nota pemesanan.

“Sudah sering ke sini yah,” Pak Suryo kembali menegaskan.
“Benar, Pak. Mbak June ini langganan tetap kami lho,” Ria menyerahkan buku menu dan menunjukkan menu spesial untuk sarapan pagi.
“Beef sandwich set dan capucino,” Pak Suryo menyerahkan buku menu kepada Ria.
“Saya pesan cakwe dengan kembang tahu panas,” June tersenyum kepada Ria yang mengucapkan terima kasih.
“Café kecil yang biasa saja menurutku,” Pak Suryo mengeluarkan rokok.
“Maaf, Pak. Café ini masuk dalam kawasan bebas asap rokok,” Sari mencoba memberi tahu sambil menunjukkan tanda larangan merokok kepada Pak Suryo.
“Café kecil gini kok banyak sekali aturannya,” Pak Suryo terpaksa mematikan rokoknya saat Ria juga menunjuk tanda dilarang merokok.

“Kau tahu istriku yang cerewet itu juga mengomeliku soal rokok. Dia mengoceh tentang buruknya pengaruh rokok bagi anak-anak. Perokok pasif lah, perokok aktif, nikotin dan sebagainya,” Pak Suryo kembali dengan ocehan pagi tak jelasnya mengenai betapa menderitanya hidup dalam rumah tangga.
“Istriku mulai memeriksa seluruh uang, tabungan serta pengeluaranku. Aku tidak suka itu!” Pak Suryo mengetuk-ngetukkan jemarinya. June berusaha tetap diam sambil mendengar curhat tidak bermutu dari bosnya. Dan bayangkan bila kau harus mendengar ocehan itu setiap pagi selama kau bekerja.

“Andai istriku tidak cerewet dan manis seperti kamu, pastinya hidupku akan lebih tenang,” Pak Suryo langsung mengambil cangkir capucino yang baru saja diletakkan Sari.
“Saya hanyalah bawahan Bapak, jadi mana berani saya mengomeli Bapak. Namun lain halnya seorang istri, mungkin saya akan lebih cerewet dibanding istri Bapak,” June mencoba menyindir.
“Yah itu dia. Kamu sekarang ini bawahanku. Alangkah baiknya kalau kamu menjadi istriku, bukan begitu June?” perkataan Pak Suryo membuat wajah June berubah.
“Syukuri hidup yang anda miliki, Pak. Rumah tangga tidak selamanya sempurna. Namun dengan setiap harapan yang anda dan seisi keluarga miliki, maka akan tercipta hidup yang lebih indah,” June berusaha melupakan kenangan buruknya yang terlintas ketika Pak Suryo meninginkan dia sebagai istri.

“Apa salahnya jika aku ingin memiliki hidup yang lebih baik? Aku menginginkan kamu June. Sejak pertama. Saat aku melihat kamu dalam balutan blazer dan celana panjang hitam. Tahukah kamu aku selalu memimpikan dirimu? Mencoba menyentuh tubuhmu yag selalu kau jaga. Terima saja tawaranku, jadilah kekasihku, June. Aku akan menceraikan istriku,” ucap Pak Suryo.
“Salah bila itu harus mengorbankan istri dan anak-anak anda. Lagipula aku tidak menginginkan posisi sebagai istri anda, sebagai simpanan atau apapun yang membuat martabat dan harga diri saya bisa diinjak-injak. Saya bekerja sesuai kemampuan bukan menjual diri,” June tak dapat mengontrol mulutnya.
“Apakah kau tidak tahu, semua gaji besar, fasilitas dan kenyamanan di dalam pekerjaan ini juga karena aku menyukaimu? Karena aku yang memberikannya,” Pak Suryo marah.
“Aku sadar. Dan aku tidak pernah meminta. Tidak juga berarti aku harus menyerahkan hidupku untuk terhina dibawah selangkanganmu,” June menusuk cakwenya dengan emosi.

“Aku bisa memecatmu June!” teriak Pak Suryo dan suaranya terdengar hingga dapur café. Dan yang sedari dari melihat Pak Suryo meraba-raba tangan June mulai dibakar cemburu. Dia mengira pria itu adalah pilihan June. Pria yang disukai June.
“Anda tidak bisa memecat saya dihari minggu, Pak,” June tetap duduk sementara Pak Suryo melempar sendok dan garpu di tangannya dengan kesal.

“Kau terlalu tinggi hati! Tempatmu hanyalah sebagai kekasih gelap, tidak lebih,” ucap Pak Suryo sambil berjalan menuju pintu dan membantingnya dengan keras.

June duduk sambil mengusap jemarinya. Sekali lagi dia mengalami hal ini. Apakah setiap pria hanya melihatnya sebagai calon simpanan yang menarik? June termenung. Adakah pria yang mencintainya tulus, bukan dari rupa ataupun hasrat sesaat?

“Onigiri untuk anda dari koki kami, untuk membuat harimu lebih ceria, Mbak.” June menatap tiga buah onigiri berbentuk smile yang diberikan Ria kepadanya.
Dan dia kembali menemukan fortune note di dalam onigiri smile. “Perasaan sayang bukanlah hasrat sesaat. Dan padamu kasih sayang akan tiba pada saat yang tepat.”

==

Dan terus menunggu June duduk di meja nomor lima keesokan harinya. Dia berharap kejadian tersebut bisa diputar kembali. Dia ingin keluar dan mengenggam tangan June, mengatakan bahwa June sangat berharga. June layak mendapatkan cinta yang tulus. Dia ingin duduk di depan June, menatap June dengan jujur mengatakan perasaannya, bukan hanya bersembunyi dan mengirimkan tiga buah onigiri.

Tapi pria dengan tubuh sempurna serta kehidupan mapan saja tidak dapat membuat June jatuh cinta, bagaimana mungkin dia yang jelek dan subur ini akan diterima June.

Dan mencari tahu alamat June. Dengan bersusah payah dan bantuan dari Rasta Dan berhasil mengetahui alamat kos-kosan June. Setiap hari selama dua minggu ini Dan membuat onigiri serta mengirimkannya secara diam-diam ke sana. Berharap June lebih ceria setelah memakan masakannya. Hanya itu yang berani dia lakukan. Dan hanya sebatas itu pula dia berharap.

“Kamu!” teriak June saat Dan baru saja meletakkan kantong berisi onigiri dan hendak memencet bel kemudian berlari pergi.
“Kenapa selalu ada onigiri dari café Rusuh? Bukankah aku tidak pernah memesan?” tanya June curiga.
“Saya tidak tahu, Mbak. Saya hanya bagian pesan antarnya café,” Dan berkeringat dingin.

“Sampaikan terima kasihku pada koki kalian yah. Onigirinya enak,” June mengeluarkan selembar seratus ribuan dan menyerahkan kepada pria itu.
“Tips dan buat bayar onigiri hari ini. Yang kemarin-kemarin ngutang dulu yah. Belum dapat kerjaan soalnya,” June tersenyum. Dan menegakan kepala menatap June yang tersenyum.
“Senyummu sangat manis,” ucap Dan pelan.
“Terima kasih,” June menatap pria pengantar onigiri itu sebelum menutup pintu.

Setiap hari Dan tidak lagi memencet bel dan berlari sekuat tenaga. Dia mengirimkan onigiri serta menunggu June membuka pintu, menatap senyum manis itu lalu menyimpannya di hati.

“Aku denger dari temen ada lowongan di WO yang terletak di blok K,” Dan menyodorkan kertas catatannya yang berusaha ditulisnya dengan rapi.
“Apakah Kak Delia tidak rugi mengirimi aku onigiri setiap harinya?” tanya June penasaran.
“Saya tidak mengurusi untung rugi bos saya, Mbak,” Dan menunduk.
“Lalu mengapa selama aku menjadi pelanggan di sana, aku sama sekali tidak pernah melihatmu?” kembali June bertanya.
“Saya bekerja sebagai pengantar pesanan, keluar masuk lewat pintu belakang,” sahut Dan spontan.
“Aku tidak pernah tahu kalau café Rusuh memiliki layanan pesan antar,”
Dan terdiam. “Layanan ini dimulai sejak anda tidak datang ke café,” Setelah itu Dan segera pergi, tidak ada lagi onigiri di akhir minggu ke tiga.

==

“Mbak June masih kerja di perusahaan itu?” tanya Sari yang penasaran ketika June kembali menduduki meja nomor lima di Senin siang setelah sebulan peristiwa tersebut.
“Tentu saja aku dipecat. Tapi aku mendapat panggilan kerja di tempat lain,” June tersenyum.
“Aku harus berterima kasih pada bagian pesan antar kalian. Dia yang memberi tahu info ini kepadaku,” ucap June lagi.
“Bagian pesan antar?” Sari memasang tampang bingung.
“Yah, pria yang mengantarkan onigiri untukku setiap harinya selama aku dipecat dan merana,” kedua alis June membentuk garis penuh tanya.
“Tidak pernah ada bagian pesan antar. Dan onigiri itu…” ucapan Sari terhenti saat dia melihat ke jendela penyajian. Wajah Dan yang berubah karena cemas memberi jawaban.


“Jadi Mbak June diterima di perusahaan apa kali ini?” Sari segera mengalihkan pembicaraan.
“Wedding organizer yang terletak di block K,” June sebenarnya masih ingin bertanya soal pria pengantar onigiri yang kadang menghiburnya dengan tingkah kikuk dan sikap pemalunya.
“Wow! Wedding organizer! Gaun-gaun pengantin yang indah dan berkilauan, kapan aku bisa memakai gaun indah itu yah?” Sari mulai terlihat sedikit lebay saat membayangkan gaun pengantin sehingga perhatian June benar-benar teralihkan.

“Mungkin yang pertama harus kita lakukan adalah menemukan pria yang pantas dahulu. Entah mengapa pria yang datang selalu saja pria brengsek yang hanya menyebarkan kuman, bukan cinta,” June menyesap teh hijau pesanannya.
Sari langsung tersenyum lebar. “Tahu tidak Mbak June, ada seseorang yang sangat  pantas menjadi pendamping anda. Pria itu yang memberikan anda bonus onigiri yang dipenuhi rasa cinta setiap harinya,” Sari berbisik pada June.

“Pria? Pria?” kembali June menegaskan.
“Astaga ternyata anda benar-benar belum mengetahui kalau koki kami adalah pria?” bisik Sari lagi.
June mengelengkan kepala.

“Dia pastinya pengantar onigiri yang Mbak June maksudkan. Dia sudah lama jatuh hati padamu yang menurutnya adalah gadis yang sempurna,” Sari mengedipkan sebelah matanya.
“Lagi-lagi menilai dari fisik,” June mengelengkan kepala.
“Bukan! Bukan tentang fisik, tapi tentang hati!” Sari mencoba menegaskan.
“Onigiri itu spesial untukmu. Dia membuatnya dengan penuh cinta. Dan kau tahu dia adalah pria yang terlalu memandang remeh soal penampilannya, minder,” Sari kembali menegaskan pada June tentang perasaan Dan.

“Apa yang kalian bicarakan secara berbisik-bisik?” Ria akhirnya ikutan duduk di meja lima.
“Soal Dan, koki kita yang ternyata adalah pria!” ucap Sari.
“Oh, koki kita,” Ria seceara refleks menaikkan alis matanya. “Yah, koki kita pria. Dansou namanya dan dia seratus persen pria!” Ria berkata dengan heran.
“Dan ternyata Mbak kita yang satu ini mengira koki kita masih Kak Delia,” Sari berusaha menjelaskan.
“Oh, ternyata. Jadi bagaimana tanggapanmu Mbak June terhadap koki kami yang ternyata adalah pria tulen itu?” tanya Ria.
“Aku belum bertemu dia yang sebagai koki, walau aku gembira dan senang mendapatkan perhatian darinya berupa onigiri dan fortune notes-nya,” ucap June masih dengan suara berbisik.

Fortune note?” ucap Ria.
“Yah,” June menatap kedua pelayan café itu.
“Ternyata memang hanya untukku kah? Bahkan kalian juga tidak tahu?” tanya June sekedar menegaskan.
“Ho oh!” Ria dan Sari mengangguk bersamaan.

==

“Aku jadi penasaran. Ternyata pengantar onigiri dan koki adalah pria yang sama. Pria yang mengemaskan,” June mengulum senyum seakan mendapatkan keceriaan saat bermain petak umpet. Dia tidak pernah menyangka ada pria yang memperhatikan dan menyemangatinya. Bahkan pria itu tidak berharap apapun kecuali senyumannya. June meningat kembali note ke dua  yang diterimanya, “Senyummu saat menikmati hasil jerih payahku adalah harta yang berharga.”

Juga pada fortune note ke tiga, “Melalui tiga buah onigiri ini kutitipkan doa agar kau selalu bahagia.”
Begitu pula pada fortune note ke empat, “Tiap bagian onigiri ini melambangkan kasih sayang. Acar timun yang asam manis, abon sapi yang pedas, dibungkus dengan nasi dengan kehangatan cinta kasih serta dikelilingi dengan nori kepercayaan.”

“Kenapa tersenyum June?” tanya Dina rekan sekerjanya di WO True Love.
“Aku ternyata memiliki pengagum rahasia yang mengemaskan,” June kembali tersenyum.
“Pria itu tidak akan senang bila kau menjuluki dia sebagai yang ‘Mengemaskan’. Yah dan pengagum rahasiamu itu akan menyingkir bila tahu kau tersenyum pada tiga bongkah onigiri di meja kerjamu saat ini,” ucap Dina sambil meneruskan mengetik.
“Sirik ni ye,” balas June sambil terus mengusik teman barunya yang ternyata sangat klop dengannya.

==

“Kalian mengatakan padanya bahwa koki café ini adalah pria? Seorang pria? Astaga bagaimana mungkin kalian tega padaku?” Dan terlihat kesal.
“Sampai kapan kamu akan bersembunyi Dan?” tanya Ria.
“Biarlah aku hanya menjadi penyemangat. Aku puas saat dia menikmati onigiri buatanku,” Dan menunduk lesu.
“Dan fortune notes-mu,” tambah Sari.
“Majulah Dan, jangan jadi pengecut yang menyesali kegagalan sebelum bertarung,” Rasta menepuk pundak atasan sekaligus sahabat karibnya itu.
“Go Dansou! Kamu pasti bisa luluhkan hati June! Selangkah lagi kok,” Ria tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Jadi aku harus maju? Malam ini?” tanya Dan ragu-ragu. Ketiga sahabatnya mengangguk bersamaan.
“Kami telah jadwalkan pertemuan kalian. Di café ini jam sembilan malam, saat café telah tutup dan saat June selesai dengan jam kerjanya,” Rasta menunjukkan notes berisi kata-kata yang mungkin bisa dipakai Dan.
“Lampu dan meja telah kami susun. Tentunya meja nomor lima dengan tiga tangkai daisy putih kesukaan June,” Ria menambahkan.
“Kami juga telah menyediakan menu makan malam romantis,” Sari tersenyum memberi semangat.
“Jadi harus malam ini? Setengah jam lagi?” tanya Dan lagi.

“Dan, kau tidak yakin akan cintamu pada June?” tanya Ria.
“Aku mencintai June, ingin dia menjadi pendampingku. Tapi apakah June mau?” Dan menghela nafas panjang.


==


Suara Yovie dan Nuno terdengar saat June membuka pintu café. Lagu yang sering dia dengar diputar di café ini.


Dengarkanlah wanita pujaanku
Malam ini akan kusampaikan
Hasrat suci kepadamu dewiku
Dengarkanlah kesungguhan ini
“Hai! Aku Dan, aku … aku pengagum rahasiamu yang tentu saja  saat ini sudah tidak rahasia lagi. Yah, kau tahu. Itu karena kedokku sudah terbongkar,” Dan terlihat sangat gugup. Kaos kerah berwarna putih dengan celana jeans panjang miliknya terlihat semakin lusuh akibat gosokan telapak tangannya yang berkali-kali.

June tersenyum, berusaha tidak terlihat begitu menantikan saat ini.


Aku ingin, mempersuntingmu
Tuk yang pertama dan terakhir
“Aku Dan, Dansou,” kembali dan mengulangi kata-katanya tadi. Dia mencari-cari kalimat-kalimat yang telah dicatatkan oleh Rasta.
“Yah, aku sudah tahu namamu Dansou. Kau adalah koki sekaligus pengantar onigiri dan fortune notes untukku,” June merasa bersalah telah membuat Dan begitu salah tingkah. Tapi entah mengapa sikap Dan yang lugu itu terasa begitu manis.



Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
“Aku sebenarnya sejak dulu …” Dan kembali menyeka keringat yang mengalir di kening dan pipi tembemnya.
“Argh!” Dan berteriak frustasi saat mencoba menghapalkan kalimat romantis dari Rasta.


Dengarkanlah wanita impianku
Malam ini akan kusampaikan
Janji suci satu untuk selamanya
Dengarkanlah kesungguhan ini
“Kau tahu dalam satu masakan, bila satu bumbu saja kurang maka tidak akan sempurna. Demikian pula dengan hidupku. Aku tidak bisa mengolah bahan menjadi masakan, bila bumbu utama itu tidak ada. Kau adalah bumbu yang terpenting dalam masakan,” Dan menatap wajah June. Dia tidak bisa mengunakan kata-kata romantis ala penyair milik Rasta.

Dengan masakanlah Dan mengungkapkan sayangnya pada June.
“Jadi kau menganggapku masakan?” tanya June sambil menyembunyikan senyuman.
“Masakan yang dimakan lalu hilang dan diletakkan sisanya ditumpukan piring cucian?’ goda June lagi.
“Bukan itu maksudku. Kau adalah bumbu yang akan terus ada, kau adalah makanan yang terus mengisi hatiku. Maksudku …” Dan meringgis kesal dengan kemampuannya mengungkapkan perasaan.

Wanita mana yang akan terima jika diumpamakan dengan masakan. Mereka tentu lebih tertarik dengan pengandaian berupa bunga atau batu permata.


Aku ingin, mempersuntingmu
Tuk yang pertama dan terakhir
“Untukmu!” June menyerahkan sekantong kertas bercorak kotak-kotak hitam merah dengan logo café Rusuh di depannya.
“Untukku?” tanya Dan menegaskan.

Dia membuka kantong yang ternyata berisi tiga buah onigiri yang bentuknya tidak beraturan. “Jangan kau pandang bentuknya yang seperti monster itu,” June mengigit bibir bagian bawahnya.
“Sebaiknya kita makan dahulu sebelum melanjutkan soal masakan, bumbu dan hatimu,” June mengambil sebuah onigiri dan memakannya.
“Yah memakan onigiri buatanku yang pertama kalinya. Walau sedikit. Okelah sangat hancur,” saat tersenyum  mata sipit June akan membentuk sebuah garis.

Dan mau tidak mau mengikuti June. Dia mengambil onigiri yang dibalut dengan nori. Giginya bertemu benda yang dikenali sebagai kertas. “Fortune note?” tanya Dan.
June mengangguk, “bukan hanya dirimu yang bisa memasukkan fortune note pada onigiri.”

Dan membuka dan tersenyum. “Kau! Hore! Aku adalah pria paling beruntung di dunia ini,” Dan melompat kegirangan.


Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmuKeduanya bergandengan tangan sambil menatap bunga daisy putih. “Buatkan untukku cincin dari daisy itu,” ucap June.
Dan besusah payah mengulung tangkai daisy sehingga menyerupai cincin. “Bentuk cincin daisymu payah,” June tersenyum saat cincin yang kebesaran daisy itu melingkari jari manisnya.

“Tidak sepayah onigiri nori berbentuk lilitan mumi ini,” Dan menunjukkan onigiri yang baru dimakannya setengah. Dia tidak rela menghabiskan onigiri yang berharga itu.
“Tapi fortune notenya sempurna, bukan?” tanya June lagi.
“Yah!” ucap Dan sambil membacakan isi fortune note itu sekeras mungkin. “Akulah yang terbaik untukmu,”
Keduanya tersenyum dan berpelukan.

“Aku adalah orang gila yang mencintai pria pembuatk onigiri dengan fortune note di dalamnya. Yang mengantarkan onigiri itu setiap hari selama aku bersedih. Pria yang memberikan aku kehangatan dan kasih sayang tanpa ingin kuketahui,” ucap June.
“Dan aku adalah pria gila yang mencintai wanita gila itu!” Dan tersenyum.

“Bagaimana kalau fortune onigirimu kau jadikan ciri khas café ini,” usul June.
“Kau tidak mempermasalahkannya?” tanya Dan.
“Membagi keceriaan dan kasih sayang bukankah hal yang baik?” June tersenyum.

Akulah yang terbaik untukmu…

==

Tidak ada komentar:

Posting Komentar